mediaciptaprestasi

mediaciptaprestasi

burnout

‘Pulang kantor jangan lembur, langsung ke Siloam.  Kak Nita kena burnout.’ Demikian pesan singkat dari ibu saya.

 

Sore itu saya menemani ibu, menengok kak Nita, sepupu saya yang tinggal bersama kami. Kak Nita sudah seperti kakak kandung saya.  Dia sangat aktif, pekerja keras, pejuang ekonomi yang tangguh.

 

Kak Nita adalah seorang produser di sebuah mega production house yang banyak memproduksi sinetron kejar tayang.  Hidupnya dari satu produksi ke produksi lain, berhari hari, termasuk akhir pekan, dia habiskan hidupnya di lokasi shooting. Meskipun kami serumah, kamar kak Nita sebelahan dengan kamar saya, tapi sering saya tidak bertemu dengan dia selama beberapa hari.  Pas bertemu, itu pun hanya sejenak, kondisinya nyaris selalu dalam keadaan super lelah, mata panda, dan sering batuk batuk.

 

Setangguh tangguhnya fisik, jika dia sudah menuntut jatah istirahat yang selalu minus, maka fisik pun memutuskan untuk mendeklarasikan keadaan ‘burnout’.  Tidak bisa dinego, tidak ada diplomasi tawar menawar. 

 

Kata dokter yang merawatnya, ia mengalami burnout.  

 

Menurut netizen, burnout adalah capek mental level sejagat. 

 

Burnout di tubuh dan psikis setiap orang rupanya berbeda beda dampak yang diterimanya. 

 

Efek di tubuhnya seperti kondisi pasien stroke, seperti tak ada listrik atau energi yang bisa menggerakkan tubuhnya. Ia menjadi Lumpuh, layu, juga tak komunikatif, seperti sebuah pabrik yg ‘shut down’. Tak ada kehidupan atau pergerakan di pabrik tersebut.

 

Lalu, apa itu burnout?

 

Burnout adalah kondisi ketika seseorang mengalami kelelahan fisik dan mental yang berdampak pada menurunnya gairah hidup, semangat, dan performa. Di titik burnout, seseorang merasa terlalu lelah, baik secara fisik, mental, maupun emosional.

 

Burnout bisa dialami oleh siapa saja. Namun cenderung dialami oleh seseorang yang sering kali memaksakan diri untuk terus bekerja, memiliki beban kerja yang berat, bekerja di lingkungan yang toksik, kurangnya apresiasi atas pekerjaan dari atasan, atau melakukan kegiatan sehari-hari yang cenderung monoton.

 

Saat gejala burnout muncul, bibit bibitnya terlihat seperti hilangnya minat beraktivitas, merasa tidak berharga, mudah marah, mulai menutup diri dari lingkungan sosial, mudah sakit terutama nyeri kepala.

 

Lalu apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi burnout?

 

1- Jaga keseimbangan hidup. Ada saatnya bekerja, bersantai, dan beristirahat. Ada saatnya jalan-jalan menikmati dunia yang berbeda. Uang bisa dicari tapi keseimbangan kesehatan mental perlu. 

 

2- Evaluasi setiap daftar kegiatan berdasarkan prioritas. 

 

3- Berbagi cerita dengan orang lain yang Anda percayai. Atau anda bisa mencoba menulis jurnal. Ini sangat bermanfaat karena ia mengeluarkan beban di kepala dan meletakkannya di atas lembaran lembaran kertas.

 

4-Biasakan gaya hidup sehat. Makan makanan bergizi, cukup vitamin, cukup olah raga, cukup rekreasi, tidur teratur.

 

5- Rutin melakukan relaksasi. Meditasi, hening, atur napas.

 

6- Temui psikolog atau psikiater untuk berkonsultasi jika diperlukan. 

 

Seminggu setelah kak Nita dirawat, ia mulai menyadari kesalahannya, hingga mulai melakukan revolusi gaya hidup.  Ia membuat beberapa kesepakatan baru dengan kantornya, bahwa  hanya akan menangani produksi satu sinetron dalam satu kurun waktu, sinetron yang bukan kejar tayang artinya tidak ada lembur di akhir pekan dan selama akhir pekan tidak menjawab pesan singkat atau telepon yang berkaitan dengan pekerjaan.

 

Kak Nita juga mendaftar kelas Muaythai seminggu 3 kali untuk menyalurkan dan melepaskan sisa sisa ‘kemarahannya’ lewat olahraga yang lumayan ‘high impact’.  Ia juga meminta untuk dibuatkan jus buah dan sayur setiap pagi.  

 

Dan terakhir yang saya dengar, bulan depan dia akan ke Bali ikut retreat meditasi dua minggu.

 

Kami serumah tentu saja dengan suka cita mendukung langkah langkah korektif yang kak Nita putuskan.  “Aku takut mati muda dan sia sia, lebih baik aku kalah harta daripada kalah nyawa,” katanya dengan mantap.

 

Kontributor : Susan Djokosudirgo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *